Gerakan Advokasi Difabel Lintas Iman (GARDA LIMA)

Ecosystem Builder:
Pusah Rehabilitasi YAKKUM (PR YAKKUM)

Ecosystem Builder

  • RANIE AYU HAPSARI
  • ROBANDI
  • ISTINI ANGGORO

Tentang Ekosistem

Gerakan Advokasi Difabel Lintas Iman (GARDA LIMA) adalah jejaring lintas iman yang memperjuangkan kesetaraan dan pemenuhan hak difabel melalui pendekatan keagamaan yang inklusif. Gerakan ini lahir dari kesadaran bahwa tafsir agama yang sempit sering memperkuat stigma dan diskriminasi terhadap difabel.

Why: Kenapa Ekosistem Ini Tercipta?

Gerakan Advokasi Difabel Lintas Iman (GARDA LIMA) adalah jejaring lintas iman yang memperjuangkan kesetaraan dan pemenuhan hak difabel melalui pendekatan keagamaan yang inklusif. Gerakan ini lahir dari kesadaran bahwa tafsir agama yang sempit sering memperkuat stigma dan diskriminasi terhadap difabel.

How: Bagaimana Ekosistem Menjawab Tantangan?

Ketidakadilan yang dialami difabel bersumber dari persoalan sistemik yang hanya bisa diurai ketika aspek iman, praktis sosial, dan kebijakan saling memperkuat menuju keadilan bagi difabel.

Pendekatan ekosistem mendorong keterhubungan antar aktor–pemuka agama, penggerak sosial, dan perancang kebijakan–yang diyakini sebagai jawaban menciptakan dunia lebih inklusif..

Keterhubungan ini juga akan menjadi ruang ideal yang memungkinkan timbulnya pengetahuan baru, empati, dan nilai solidaritas yang merekah secara organik.

Peta Aktor Ekosistem

Peta ini memuat aktor penggerak dari ragam sektor dan latar belakang dalam Ekosistem GARDA LIMA.

  1. Organisasi Penyandang Disabilitas (2)
  2. Organisasi Masyarakat Sipil (4)
  3. Ormas (4)
  4. Organisasi agama (8)

Praktik Berbagi Daya

Ekosistem GARDA LIMA berbagi daya dengan menciptakan ruang dialog untuk bertukar gagasan, merancang narasi advokasi berbasis agama, serta mendistribusikan informasi kepada anggota ekosistem.

Visi 2026

Agama menjadi kekuatan yang memerdekakan alih-alih membatasi, dengan solidaritas lintas iman sebagai fondasi perdamaian sosial.

Kelompok difabel menjadi bagian integral yang dilibatkan secara bermakna dalam pembangunan, sementara kebijakan publik dirancang dengan berakar pada nilai-nilai kemanusiaan dan spiritualitas.