
HERDIANSYAH
DIRA PRIANSYA
DOREL EFENDYEkosistem Ekologi KIIvaS (Kampung Inklusi–Inovasi Sosial) adalah ruang kolaborasi yang tumbuh dari kekuatan orang kampung, dengan Perhutanan Sosial sebagai tulang punggung. Kaum muda menggerakkan inovasi, perempuan menjaga pengetahuan, dan kelompok disabilitas serta rentan menjadi agen perubahan dalam “laboratorium hidup” berbasis inklusivitas dan kearifan lokal.
Ekosistem Ekologi KIIvaS (Kampung Inklusi–Inovasi Sosial) adalah ruang kolaborasi yang tumbuh dari kekuatan orang kampung, dengan Perhutanan Sosial sebagai tulang punggung. Kaum muda menggerakkan inovasi, perempuan menjaga pengetahuan, dan kelompok disabilitas serta rentan menjadi agen perubahan dalam “laboratorium hidup” berbasis inklusivitas dan kearifan lokal.
Masalah Perhutanan Sosial tidak berdiri sendiri—ia terkait dengan akses pasar, literasi lingkungan, partisipasi kelompok rentan, serta adopsi teknologi.
Pendekatan ekosistem memandang seluruh persoalan sebagai satu kesatuan yang saling terhubung; di mana penguatan kapasitas pengelolaan hutan harus berjalan seiring dengan peningkatan ketahanan pangan, penguatan kelembagaan inklusif, dan revitalisasi pengetahuan lokal. Hanya dengan membangun sistem yang saling memperkuat antar elemen inilah transformasi bermakna dapat terwujud.
Peta ini memuat aktor penggerak dari ragam sektor dan latar belakang dalam Ekosistem Ekologi KIIvaS.

Ekosistem Ekologi KIIvaS berbagi daya secara kolaboratif dan saling melengkapi. Setiap unsur ekosistem berbagi sesuai dengan kapasitas dan keahliannya; pemerintah melalui skema Perhutanan Sosial, OMS dan akademisi melalui sumber daya riset dan pengetahuan, serta komunitas akar rumput melalui lahan, tenaga, dan pengetahuan lokal.
Ekosistem ini memiliki daya non-finansial yang sangat kaya, mulai dari data hingga akses terhadap jejaring dan teknologi. Distribusi daya dilakukan secara sirkular untuk memperkuat ekosistem dan memastikan tidak ada anggota ekosistem yang menanggung beban besar sendirian.
Pada 2060, Indonesia telah menjadi negara adidaya lingkungan dan ekonomi inklusif, di mana pengelolaan hutan yang mandiri oleh komunitas lokal telah menjadi tulang punggung ketahanan pangan, energi terbarukan, dan ekonomi hijau nasional.
Desa-desa di sekitar hutan bertransformasi menjadi pusat pertumbuhan baru yang makmur, dengan generasi muda sebagai arsitek utamanya.
Anak-anak Indonesia tumbuh sebagai Generasi Hutan Lestari—sehat dan bebas stunting berkat gizi dari hutan, serta melek ekologi sejak dini melalui kurikulum alam yang menyatu dengan kearifan lokal dan teknologi digital.
Konsep "Orang Kampung" yang kini identik dengan kemandirian, inovasi, dan kedaulatan ekologis, telah melahirkan masyarakat berpengetahuan yang menjadikan hutan sebagai ruang belajar sepanjang hayat bagi semua generasi, menjadi model global bagi harmonisasi antara pembangunan berkeadilan dan kelestarian planet bumi.